BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sastra Indonesia, adalah sebuah istilah yang melingkupi
berbagai macam karya sastra di Asia Tenggara. Istilah "Indonesia" sendiri
mempunyai arti yang saling melengkapi terutama dalam cakupan geografi dan
sejarah poltik di wilayah tersebut.
Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada
sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan
Indonesia. Sering juga
secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan Bahasa Melayu (dimana bahasa Indonesia adalah satu turunannya). Dengan pengertian kedua maka sastra ini
dapat juga diartikan sebagai sastra yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa negara berbahasa Melayu
seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang tinggal di Singapura.
Angkatan Balai Pusataka merupakan karya
sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh
penerbit Balai
Pustaka. Pujangga Baru
muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka
terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya
sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra
Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis. Pengalaman
hid=u74p dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan
Angkatan '45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya
Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya
majalah sastra Kisah
asuhan H.B. Jassin. Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3] Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Karya sastra di
Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980,
ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang
menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan
ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana sejarah sastra angkatan
Balaipustaka dan tokoh serta karya-karyanya?
2. Bagana sejarah sastra angkatan Pujangga Baru
dan tokoh serta karya-karyanya?
3.
Bagaimana
sejarah sastra angkatan ’45 dan tokoh serta karya-karyanya?
4.
Bagaimana
sejarah sastra angkatan 1950-1960-an dan tokoh serta karya-karyanya ?
5.
Bagaimana
sejarah sastra angkatan 1966 - 1970-an dan tokoh
serta karya-karyanya?
6.
Bagaimana
sejarah sastra angkatan 1980 – 1990-an dan tokoh
serta karya-karyanya ?
7.
Bagaimana
sejarah sastra angkatan Reformasi dan tokoh
serta karya-karyanya?
8.
Bagaimana
sejarah sastra angkatan Kontemporer dan tokoh
serta karya-karyanya?
C.
Manfaat Penulisan
Berdasarkan pada
rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Untuk mengetahui sejarah sastra angkatan
Balaipustaka, ciri dan karya.
2. Untuk mengetahui sejarah sastra angkatan
Pujangga Baru dan tokoh serta karya-karyanya.
3. Untuk mengetahui sejarah sastra angkatan ’45
dan tokoh serta karya-karyanya
4. Untuk mengetahui sejarah sastra angkatan
1950-1960-an dan tokoh serta karya-karyanya.
5.
Untuk
mengetahui sejarah sastra angkatan 1966 - 1970-an dan
tokoh serta karya-karyanya
6.
Untuk
mengetahui sejarah sastra angkatan 1980 – 1990-an dan tokoh serta karya-karyanya.
7.
Untuk
mengetahui sejarah sastra angkatan Reformasi dan
tokoh serta karya-karyanya.
8.
Untuk
mengetahui sejarah sastra angkatan Kontemporer dan
tokoh serta karya-karyanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Sastra Angkatan Balaipustaka
Angkatan Balai
Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang
dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan
drama) dan puisi mulai
menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah
sastra di Indonesia pada masa ini.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu
untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh
sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan
dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam
tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan
bahasa Sunda;
dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak,
dan bahasa Madura. Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja
Angkatan Balai Pustaka" karena ada banyak sekali karya tulisnya pada masa
tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah
dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah
"novel Sumatera", dengan Minangkabau
sebagai titik pusatnya.
Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup
penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi
kolot yang membelenggu. Dalam perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak
diikuti oleh penulis-penulis lainnya pada masa itu.
Ciri-ciri angkatan balaipustaka (20-an)
· Menggambarkan tema pertentangan paham
antara kaum tua dan kaum muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dlll.
· Soal kebangsaan belum mengemuka, masih
bersifat kedaerahan
· Gaya bahasanya masih menggunakan
perumpamaan yang klise, pepatah, peribahasa, tapi menggunakan bahasa percakapan
sehari-hari lain dengan bahasa hikayat sastra lama
· Puisinya berupa syair dan pantun
· Isi karya sastranya bersifat didaktis
· Alirannya bercorak romantic
B.
Sejarah Sastra Angkatan Pujangga Baru
Pujangga Baru
muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka
terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya
sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra
Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.
Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru
yang dipimpin oleh Sutan
Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah
dan Armijn Pane.
Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942),
dipelopori oleh Sutan
Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas
oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini
novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck
dan Kalau Tak Untung menjadi
karya penting sebelum perang.
Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru
yaitu :
- Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
- Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Ciri-ciri
angkatan pujangga baru
Ciri-ciri karya sastra periode
Angkatan Pujangga Baru meliputi dua aspek, yaitu ciri struktur estetik dan ciri
ekstra estetik
a. Ciri Struktur Estetik
Bentuknya teratur rapi, simetris. Mempunyai
persajakan akhir. Banyak menggunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada
pola yang lain. Sebagai besar puisi empat seuntai. Tiap-tiap barisnya terdiri
atas dua periodus dan terdiri atas sebuah gatra (kesatuan sintaktis).Tiap
gatranya pada umumnya terdiri atas dua kata.
b. Ciri Struktur EkstraEstetik
Masalahnya bersangkut-paut dengan kehidupan
masyarakat kota, seperti masalah percintaan, masalah individu manusia, dan
sebagainya.Ide nasionalisme dan cita-cita kebangsaan banyak mengisi sajak-sajak
Pujangga Baru. Ide keagamaan menonjol. Curahan perasaan atau curahan jiwa
tampak kuat : kegembiraan, kesedihan, kekecewaan, dan sebgainya.
C.
Sejarah Sastra Angkatan ‘45
Pengalaman hidup dan gejolak
sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45. Karya sastra
angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang
romantik-idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita
tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni
yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini
menyatakan bahwa para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam
kemerdekaan dan hati nurani. Selain Tiga
Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa Indonesia.
Ciri-ciri angkatan
‘45
Bicara tentang kegetiran nasib di
tengah penjajahan Jepang yang sangat menindas, menampilkan cita-cita merdeka
dan perjuangan revolusi fisik. Pada masa Jepang untuk berkelit dari sensor
penguasa, berkembang sastra simbolik. Muncul ungkapan-ungkapan yang singkat-padat-bernas
(gaya Chairil Anwar dalam puisi) dan kesederhanaan baru dengan kalimat
pendek-pendek nan lugas (gaya Idrus dalam prosa fiksi/sketsa).
D.
Sejarah Sastra Angkatan 1950-1960-an
Angkatan 50-an
ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya
sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah
tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra
lainnya, Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan
komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga
Kebudajaan Rakjat
(Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di
antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik
praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Ciri-ciri angkatan 1950-1960-an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya.
Pada angkatan ini muncul gerakan
komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakyat
(Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan
polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastawan di Indonesia pada awal
tahun 1960; menyebabkan berhentinya perkembangan sastra karena masuk ke dalam
politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Struktur
Estetik
Sesungguhnya secara instrinsik ciri-ciri sastra
terutama struktur estetiknya angkatan 45 dan angkatan 50 sukar dibedakan sebab
gaya angkatan 45 dapat dikatakan diteruskan oleh angkatan 50. hanya saja,
dengan adanya pergantian situasi dan suasana tanah air dari perang ke
perdamaian, dari masa transisi penjajahan ke kemerdekaan, maka para sastrawan
mulai memikirkan masalah kemasyarakatan yang baru dalam suasana kemerdekaan.
Begitu juga para sastrawan mulai membuat orientasi baru dengan mencari
bahan-bahan dari sastra dan kebudayaan Indonesia sendiri. Semuanya itu
dituangkan kedalam karya-karya sastra mereka.
E. Sejarah Sastra Angkatan 1966 - 1970-an
Angkatan ini
ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3] Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra
pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya
karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd.
Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya
sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam
kelompok ini adalah Motinggo
Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi
Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, dan banyak lagi yang lainnya.
Ciri-ciri angkatan 1966 - 1970-an
Angkatan 66-70-anAngkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra, munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dll pada masa angkatan ini di Indonesia.
Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya karya sastra pada masa angkatan ini. Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok ini seperti Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Seorang sastrawan pada angkatan 50-60-an yang mendapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, karya sastranya berupa novel, cerpen dan drama kurang mendapat perhatian bahkan sering menimbulkan kesalahpahaman; ia lahir mendahului jamannya.
Struktur Estetik
Angkatan ini lahir di antara anak-anak muda dalam barisan perjuangan. Angkatan ini mendobrak kemacetan-kemacetan yang disebabkan oleh pemimpin-pemimpin yang salah urus. Para mahasiswa mengadakan demonstrasi besar-besaran menuntut ditegakkannya keadilan dan kebenaran.
Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan ’66 adalah: bercorak perjuangan antitirani, protes politik, anti kezaliman dan kebatilan, bercorak membela keadilan, mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan, berontak terhadap ketidakadilan, pembelaan terhadap Pancasila, berisi protes sosial dan politik. Hal tersebut diungkapkan dalam karya sastra pada masa Angkatan ’66 antara lain: Pabrik (Putu Wijaya), Ziarah (Iwan Simatupang), serta Tirani dan Benteng (Taufik Ismail).
F. Sejarah Sastra Angkatan 1980 - 1990an
Karya sastra di
Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita
yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa
angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.
Ciri-ciri angkatan 1980 - 1990an
1. Kecendrungan
dominan dari penyairnya yaitu lebih menyodorkan unsur asketik di antara
kerumunan tema-tema sosial yang menghinggapi generasi penyair 90-an.
2. Semakin
banyak karya-karya sastra yang diterbitkan tanpa ketakutan apapun.
3. Ditandai
dengan banyaknya roman percintaan.
4. Mulai
memunculkan masalah gender.
5. Mulai muncul
sastrawan wanita yang menonjol.
G. Sejarah sastra angkatan Reformasi
Seiring terjadinya pergeseran
kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati
Sukarnoputri, muncul
wacana tentang "Sastrawan Angkatan Reformasi". Munculnya angkatan ini
ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang
bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan
dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai
pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi
sajak-sajak bertema sosial-politik.
Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial
dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang
dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra --
puisi, cerpen, dan novel -- pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula
jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji
Calzoum Bachri, Ahmadun
Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat dengan media online: duniasastra(dot)com -nya, juga ikut
meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.
Ciri-ciri angkatan reformasi
·
Bertemakan social-politik
·
Penuh kebebasan ekspresi dan pemikiran
·
Menampilkan sajak-sajak peduli bangsa
·
Religious dan nuansa sufistik
H. Sejarah Sastra Angkatan Kontemporer
Abad 20 adalah abad ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pengaruh abad ini besar sekali terhadap kehidupan manusia. Dampak
negatif yang dapat langsung dirasakan pada masa itu adalah terjadinya krisis
ekonomi dan nilai, krisis tersebut menimbulkan anarkisme, skeptisme,
individualisme, ketidak tentuan nilai dan sisitem. Pergerakan tersebut
mendasari gerakan sastra kontemporer.
Pada masa itu angkatan tahun ’45
dianggap sebagai embrio kontemporer dengan alasan lahirnya proklamasi dan
penggunaan bahasa Indonesia serta nasionalisme (Budi Darma dalam Purba, Sastra
Indonesia Kontemporer 2010:5). Sejak 1970-an Sastra Indonesia Kontemporer
mengalami perkembangan, perkembangan itu dilatarbelakangi oleh adanya suatu
pergeseran nilai kehidupan secara menyeluruh, hal ini ditandai oleh semangat
moderen. Di samping itu semangat kontemporer juga lebih dijiwai oleh persoalan
kehidupan.
Ciri-ciri angkatan kontemporer
· Karya cenderung vular
· Mulai bermunculan fiksi-fiksi islami
· Muncul cyber sastra di internet
· Bahasa kerakyatjelataan
NO
|
Nama Angkatan
|
NO
|
Nama Tokoh
|
Karya
|
1.
|
Balaipustaka
|
1.
|
Nur Sutan Iskandar |
Ø Megah Cerah: Bacaan untuk
Murid Sekolah Rakyat Kelas II (Jakarta: JB
Wolters, 1952)
Ø Megah Cerah: Bacaan untuk
Murid Sekolah Rakyat Kelas III
(Jakarta: JB Wolters, 1952)
Ø Peribahasa (Karya bersama dengan K. Sutan Pamuncak dan Aman Datuk Majoindo.
Jakarta: JB Wolters, 1946)
|
2.
|
Marah Rusli |
Ø Anak dan Kemenakan (roman),
Ø La Hami (roman sejarah Pulau Sumba).
|
||
|
|
Ø
Memang Jodoh (naskah roman dan otobiografis)
Ø
Tesna Zahera (naskah Roman)
Ø
Terjemahannya: Gadis yang Malang (novel Charles
Dickens, 1922).
|
||
|
|
3
|
Abdoel Moeis |
Ø Salah Asuhan Pertemuan Jodoh tahun
1933
Ø Suropati, roman sejarah tahun 1950
Putri Umbun-Umbun
Ø Emas tahun 1950.
Ø Robert Anak Suropati, roman sejarah tahun
1952.
|
|
||||
|
|
4
|
Merari Siregar |
Ø Azab dan Sengsara. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. 1 tahun
1920,Cet.4 1965.
Ø Binasa
Karena Gadis Priangan.
Jakarta: Balai Pustaka 1931.
Ø Cerita tentang Busuk dan
Wanginya Kota Betawi. Jakarta: Balai Pustaka 1924.
|
|
|
5
|
Muhammad Yamin
|
Ø Kalau Dewa Tara Sudah
Berkata (drama), 1932
Ø Ken Arok dan Ken Dedes
(drama), 1934
Ø Sedjarah Peperangan
Dipanegara, 1945
Ø Tan Malaka, 1945
Ø Gadjah Mada (novel), 1948
|
|
|
6
|
Sutan Sati
|
Ø Tak Disangka (1923)
Ø Sengsara Membawa Nikmat (1928)
Ø Syair Rosina (1933)
Ø Tjerita Si Umbut Muda (1935)
Ø Tidak Membalas Guna
Ø Memutuskan Pertalian (1978)
|
|
|
7
|
Abas Soetan Pamoenjtak
|
Ø Pertemuan
|
|
|
8
|
Aman Datuk Madjoindo
|
Ø Menebus Dosa (1932)
Ø Si Cebol Rinduka Bulan (1934)
Ø Sampaikan salamku kepadanya (1935)
|
|
|
9
|
Djaluddin Adinegoro
|
|
2
|
Pujangga Baru
|
1.
|
Sutan Takdir Alisjahbana |
Ø Tak
Putus Dirundung Malang
(novel, 1929)
Ø Dian Tak Kunjung Padam (novel, 1932)
Ø Kebangkitan: Suatu Drama
Mitos tentang Bangkitnya Dunia Baru
(drama bersajak, 1984)
Ø Kalah dan Menang (novel, 1978)
Ø Layar
Terkembang
(novel, 1936)
Ø Anak
Perawan di Sarang Penyamun (novel, 1940)
|
|
|
2
|
Hamka
|
Ø Ayahku,1950 di Jakarta.
Ø Mandi Cahaya di Tanah
Suci. 1950.
Ø Mengembara Dilembah Nyl.
1950.
Ø Ditepi Sungai Dajlah. 1950.
Ø Didalam Lembah cita-cita,1946.
|
|
|
3
|
Armijn Pane |
Ø Belenggu, Jakarta:
atna. 1943 (menyadur naskah Hendrik Ibsen, Nora).
Ø Antara Bumi dan Langit”. 1951.
Ø Dalam Pedoman, 27 Februari 1951.
Ø Kisah Antara
Manusia. 1952
|
|
|
4
|
Sanusi Pane |
Ø Pancaran
Cinta
(1926)
Ø Prosa
Berirama
(1926)
Ø Puspa
Mega
(1927)
Ø Kumpulan
Sajak
(1927)
Ø Airlangga (drama berbahasa Belanda,
1928)
Ø Eenzame
Garoedavlucht
(drama berbahasa Belanda, 1929)
Ø Madah
Kelana
(1931)
Ø Kertajaya (drama, 1932)
Ø Sandhyakala
Ning Majapahit
(drama, 1933)
Ø Manusia
Baru
(drama, 1940)
Ø Kakawin
Arjuna Wiwaha
(karya Mpu Kanwa, terjemahan bahasa Jawa Kuna, 1940)
|
|
|
5
|
Tengkoe
Amir Hamzah
|
Ø Nyanyi Sunyi (1937)
Ø Begawat Gita (1933)
Ø Setanggi Timur (1939)
|
|
|
6
|
Roestam
Effendi
|
Ø evolusi
Nasional
(Juli, 1947)
Ø Sedikit
Penjelasan Tentang Soal-Soal Trotskysme (April, 1947)
Ø Soal-Soal
di Sekitar Krisis Kapitalis (Mei, 1947)
Ø Soal-Soal
Mengenai Sistem Kapitalis (December 1947)
Ø Pidato-Pidato
Tentang Soal-Soal Negara Demokrasi dan Diktatur Proletar (April, 1948)
Ø Demokrasi
dan Demokrasi
(December, 1949)
Ø Strategi
dan Taktik
(Juni, 1950)
Ø Percikan
Permenungan,
kumpulan puisi yang pernah dimuat majalah Asjraq, Padang (1926)
Ø Bebasari, naskah drama tiga babak
(1926)
Ø Van
Moskow naar Tiflis: mijn reis door de nationale Sowjet-republieken van de
Kaukasus
(Amsterdam, 1937, ditulis dalam bahasa Belanda)
Ø Indonesia
Vrij
(Amsterdam, 1940, ditulis dalam bahasa Belanda)
Ø Recht
voor Indonesië!: een beroep op democratisch Nederland (1937, ditulis dalam
bahasa Belanda)
Ø Quo vadis
Nederland? (Blaricum:
Alcoholstichting Blaricum, 1945, ditulis dalam bahasa Belanda)
|
|
|
7
|
Agung
Pandji Tisna
|
Ø Sukreni Gadis Bali
(1936) (pertama-tama terbit dalam bahasa Bali, kini sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa lain)
|
|
|
8
|
Fatimah Hasan Delais
|
Ø Kehlangan Mestika (1935)
|
|
|
9
|
J.E Tatengkng
|
Ø Rindu Dendam (1934)
|
3
|
Angkatan ‘45
|
1
|
Asrul sani
|
Ø Mahkamah (drama,
1988)
Ø Surat-Surat Kepercayaan (kumpulan esai, 1997)
Ø Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat (kumpulan cerpen,
1972)
|
|
|
2
|
Idrus
|
N Novel
Ø Aki
Ø Corat-Coret di Bawah Tanah
Ø Dengan Mata Terbuka
Ø Hati Nurani Manusia
Ø Hikayat Petualang Lima
Ø Hikayat Putri Penelope
Ø Perempuan dan Kebangsaan
Ø Surabaya
CCerita pendek
Ø Anak Buta
Ø Dari Ave Maria ke Jalan Lain
ke Roma
DDrama
Ø Dokter Bisma
Ø Jibaku Aceh
Ø Kejahatan Membalas Dendam
Ø Keluarga Surono
|
|
|
3
|
Achdiat K. Mihardja
|
Ø Bentrokan dalam asrama (1952)
Ø Debucint bertebaran (1973)
|
|
|
4
|
Mochtar Lubis
|
Ø Tidak
Ada Esok
(novel, 1951)
Ø Si
Jamal dan Cerita-Cerita Lain (kumpulan cerpen, 1950)
Ø Teknik
Mengarang
(1951)
Ø Teknik
Menulis Skenario Film
(1952)
Ø Harta
Karun
(cerita anak, 1964)
Ø Tanah
Gersang
(novel, 1966)
Ø Senja
di Jakarta
(novel, 1970; diinggriskan Claire Holt dengan judul Twilight in Jakarta, 1963)
Ø Judar
Bersaudara
(cerita anak, 1971)
Ø Penyamun
dalam Rimba
(cerita anak, 1972)
Ø Harimau!
Harimau!
(novel, 1975)
Ø Manusia
Indonesia
(1977)
Ø Berkelana
dalam Rimba
(cerita anak, 1980)
Ø Kuli
Kontrak
(kumpulan cerpen, 1982)
Ø Bromocorah (kumpulan cerpen, 1983)
|
|
|
5
|
Pramoedya Ananta Toer
|
Ø Tetralogi Pulau buru
Ø Novel Midah si manis bergigi emas
(1954)
|
|
|
6
|
Rivai Apin
|
Ø Gema Tanah Air (1948)
Ø Tiga Menguak Takdir
(1950)
Ø Dari Dua Dunia yang Belum
Sudah (1972)
|
|
|
7
|
Utuy Tatang
|
Ø Suling (1948)
Ø Bunga Rumah Makan:
pertundjukan watak dalam satu babak (1948)
Ø Awal dan Mira: drama satu
babak (1952)
Ø Sajang Ada Orang Lain
(1954)
Ø Di Langit Ada Bintang
(1955)
Ø Sang Kuriang: opera dua
babak (1955)
Ø Si Kabajan: komedi dua
babak (1959)
Ø Tak Pernah Mendjadi Tua
(1963)
Ø Manusia Kota: empat buah
drama (1961)
|
|
|
8
|
Usmar Ismail
|
Ø Harta Karun (1949)
Ø Dosa Tak Berampun (1951)
Ø Kafedo (1953)
Ø Krisis (1953)
Ø Lagi-Lagi Krisis (1955)
Ø Tiga Dara (1956)
Ø
Sengketa (1957)
|
|
|
9
|
Amal Hamzah
|
Ø Teropong
Ø Bangkai retak
Ø Pancaran hidup
|
|
|
10
|
M. Balfas
|
Ø Tamu
Malam. Jakarta: RRI,
1957
Ø Retak. 1964
Ø Si Gomar. tidak terselesaikan
Ø Suling
Emas. Jakarta:
Djambatan, 1956
Ø Anak-anak
Kampung Jambu. Jakarta:
Djambatan, 1960
|
4
|
Angkatan50 – 60an
|
1
|
Pramoedya Ananta Toer
|
Ø Panggil
Aku Kartini Saja (I & II, 1963;
bagian III dan IV dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
Ø Kumpulan
Karya Kartini, yang pernah diumumkan di berbagai media;
dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
|
|
|
2
|
N.H Dini
|
|
|
|
4
|
Ø Seribu Kunang-kunang di
Manhattan (kumpulan cerpen, 1972) mendapat hadiah
majalah Horison (1966/1967)
Ø Totok dan Toni (cerita anak, 1975)
Ø Sri Sumarah dan Bawuk (1975)
|
|
5
|
Angkatan 1980 – 1990
|
1
|
||
|
|
2
|
||
|
|
3
|
||
|
|
4
|
||
|
|
5
|
||
|
|
6
|
||
|
|
7
|
||
|
|
8
|
||
|
|
9
|
||
|
|
10
|
Ca Bau Kan (1999)
|
|
|
|
11
|
||
6
|
Angkatan Reformasi |
1
|
Ø Puisi Pelo
Ø Darman
|
|
7
|
Angkatan kontemporer
|
1
|
||
|
|
2
|
||
|
|
3
|
||
|
|
4
|
||
|
|
5
|
||
|
|
6
|
Ø Broken Heart, Psikopop
Teen Guide (2005)
Ø Koella, Bersamamu dan
Terluka (2006)
Ø Sebuah Cinta yang Menangis (2006)
|
|
|
|
7
|
||
|
|
8
|
I. Perbedaan, Ciri-ciri dan Contoh Karya Sastra pada Setiap Angkatan
Angkatan
’20-an atau Angkatan Balai Pustaka
Disebut Angkatan Dua Puluhan karna novel yang pertama kali terbit adalah
novel Azab dan Sengsara yang diterbitkan pada tahun
1921 oleh Merari siregar. Disebut pula sebagai Angkatan Balai Pustaka karna
karya-karya tersebut banyak diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka.
·
Contoh ciri-ciri dan karya penting pada angkatan ’20-an
Cirri-ciri
|
Karya
Penting
|
pengarang
|
Puisinya berupa
syair dan pantun
Alirannya
bercorak romantic
Soal kebangsaan
belum mengemuka
Gaya bahasa masih
menggunakan perumpamaan
|
Azab dan Sengsara
|
Merari Siregar
|
Sitti Nurbaya
|
Marah Rusli
|
|
Salah Asuhan
|
Abdul Muis
|
|
Sengsara Membawa Nikmat
|
Tulis Sutan Sati
|
Angkatan
’30-an atau Angkatan Pujangga Baru
Istilah Angkatan Pujangga Baru untuk karya-karya yang lahir tahun
’30-’40-an, diambil dari majalah Pujangga Baroe yang terbit tahun 1933. Disebut
sebagai Angkatan Tiga Puluhan sebab sngkatan ini lahir pada tahun ’30-an.
·
Contoh ciri-ciri dan karya penting pada
angkatan ’30-an
Cirri-ciri
|
Karya Penting
|
pengarang
|
Dinamis
Individualistis
Tidak persoalkan tradisi sebagai temanya
Hasil karya bercorak kebangsaan
|
Layar
Terkembang
|
S.T. Alisyahbana
|
Belenggu
|
Armin Pane
|
|
Indonesia Tumpah
Darahku
|
Muhammad Yamin
|
|
Nyanyian
Sunyi & Buah Rindu
|
Amir Hamzah
|
Periode ‘45
Disebut juga
sebagai Angkatan Chairil Anwar kerna perjuangan Chairil Anwar dalam
melahirkan angkatan ’45 ini. Disebut juga sebagai angkatan kemerdekaan karna
dilahirkan pada tahun Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.
·
Contoh ciri-ciri dan karya penting pada
periode ‘45
Ciri-ciri
|
karya
|
pengarang
|
Bebas
Individualistis
Universitalitas
realitas
|
Aku
|
Chairil Anwar
|
Tiga Menguak Takdir
|
Chairil Anwar, Asrul Sani,
Riayi Apin
|
|
Atheis
|
Achdiat Karta Mihardja
|
|
Dari Ave Maria ke Jalan Lain Roma
|
Idrus
|
|
Surat
Kertas Hijau dan Wajah Tak Bernam
|
Sitor Situmorang
|
Angkatan
‘66
Nama
Ankatan ’66 dicetuskan oleh Hans Bague Jassin melalui bukunya yang berjudul
Angkatan ’66 bersamaan dengan kondisi politik Indonesia yan tengah kacau akibat
PKI.
·
Contoh ciri-ciri karya penting pada Angkatan
‘66
Ciri-ciri
|
Karya
|
pengarang
|
Kebanyakan tentang protes terhadap social
dan politik
Mulai dikenal gaya
epic pada puisi
Banyak
penggunaan gaya retorik dan slogan
Cerita dengan berlatar
perang
|
Pagar Kawat
Berduri
|
Toha Mochtar
|
Tirani dan
Benteng
|
Taufiq Ismail
|
|
Pariksit
|
Goenawan
Mohammad
|
|
Para Priayi
|
Umar Kayam
|
|
Mata Pisau dan Peluru Kertas
|
Supardi Joko
Damono
|
Angkatan ’70-an
Sekitar tahun ’70-an, muncul karya-karya
sastra yang lain dari sebelumnya yang dimana tidak menekankan pada makna kata
yang kemudian digolongkan kedalam jenis sastra kontemporer.
Contoh
ciri-ciri dan karya penting pada angkatan ’70-an
Ciri-ciri
|
karya
|
pengarang
|
Diabaikannya unsur makna
Penuh semangat eksperimentasi
Beraliran surealistik
Dalam drama, pemain sering improvisasi
|
O, Amuk, Kapak
|
Sutardji Calzoum Bachri
|
Hukla
|
Leon Agusta
|
|
Wajah Kita
|
Hamid Jabar
|
|
Catatan Sang
Koruptor
|
F. Ibrahim
|
|
Dandandik
|
Ibrahim Sattah
|
Angkatan ’80-an
Karya sastra Indonesia pada setelah tahun 1980 ditandai dengan banyaknya
roman pecintaan karya sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut.
Contoh ciri-ciri dan karya pada Angkatan
’80-an
Ciri-ciri
|
karya
|
pengarang
|
Didominasi oleh roman
percintaan
Konvensional : tokoh antagonis selalu kalah
Tumbuh
sastra beraliran pop
Karya
sastra tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum
|
Pulau Buru
|
Pramoedya Ananta
Toer
|
Burun- Burung Manyar
|
Y.B Mangun Wijaya
|
|
Boko
|
Darman Moenir
|
|
Ronggen Dukuh Paruk
|
Ahmad Tohari
|
|
Lupus
|
Hilman Hariwijaya
|
Angkatan Reformasi
Munculnya ankatann ini ditandai dengan dengan maraknya karya sastra yang
bertemakan seputar reformasi. Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan
keadaan social dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring
dengan jatuhnya Orde Baru.
·
Contoh ciri-ciri dan karya pada Angkatan
Reformasi
Ciri-ciri
|
karya
|
pengarang
|
Bertemakan
social-politik
Penuh kebebasan
ekspresi dan pemikiran
Menampilkan
sajak-sajak peduli bangsa
Religious dan nuansa sufistik
|
Puisi Pelo
|
Widji Thukul
|
Resonansi
Indonesia
|
Ahmodun Yosi Herfanda
|
|
Di Luar Kota
|
Acep Zamzam Noer
|
|
Abad yang
Berlari
|
Afrizal Malna
|
|
Opera Kecoa
|
N. Rianto
|
Angkatan 2000
Angkatan ini ditandai dengan oleh karya-karya yang cenderung berani an
vulgar dan kebanyakan mengadopsi begitu saja moral pergaulan bebas ala remaja
Amerika. Tetapi pada masa ini, muncul jua fiksi-fiksi islami.
·
Contoh ciri-ciri dan karya pada Angkatan 2000
Ciri-ciri
|
karya
|
Angkatan
|
Karya cenderung vular
Mulai
bermunculan fiksi-fiksi islami
Muncul cyber sastra di internet
Bahasa
kerakyatjelataan
|
Saman
|
Ayu Utami
|
Atas Nama Malam
|
Seno umira Ajidarma
|
|
Supernova
|
Dewi Lestari
|
|
Pulau Cinta di Peta Buta
|
Raudal Tanjung Banua
|
|
Ayat-Ayat Cinta
|
Habiburrahman El-Shirazy
|
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Angkatan Balai Pusataka merupakan
karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh
penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair,
pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi
atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis
sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut
rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra
intelektual, nasionalistik dan elitis.
ciri-ciri
sastra terutama struktur estetiknya angkatan 45 dan angkatan 50 sukar dibedakan
sebab gaya angkatan 45 dapat dikatakan diteruskan oleh angkatan 50.
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya.
B. Saran
Semoga pembaca dapat memahami isi makalah dengan baik dan berguna bagi pembaca sekalian, serta mampu membedakan karya sastra bentuk prosa dari setiap angkatan yang telah dijelaskan di dalam makalah ini.
DATAR PUSTAKA
Poerwadarminta, W.J.S.
1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Daftar
Pustaka
Yudiono K.S.2007.
Pengantar
Sejarah Sastra Indonesia.Jakarta:Grasindo
Poerwadarminta, W.J.S.
1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Teeuw.
1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: PT Gramedia
Komentar
Posting Komentar