BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mungkin kita bertanya
mengapa tidak dipakai Pujangga Angkatan ’42 untuk menyebut angkatan sastra ini.
Alasan golongan ini diberi nama kemudian, yaitu setelah proklamasi kemerdekaan.
Usul Rosihan Anwar untuk nama angkatan periode ini adalah Pujangga Angkatan ’45
yang segera mendapat dukungan publik opini, meskipun beberapa kritikus
mengkritknya dengan keras. Nama sebelumnya disebut Pujangga Gelanggang, karena
mereka menulis dalam rubrik majalah Siasat yang diberi nama rubrik Gelanggang.
Latar belakangnya dapat
diikhtisarkan sebagai berikut:
1. Pujangga Angkatan ’45 lahir dan
tumbuh di saat revolusi kemerdekaan. Jiwa nasionalisme telah mendarah daging,
karena itu suaranya lantang dan keras.
2. Di zaman Jepang muncul sajak berjudul
1943 dari Chairil Anwar, prosa Radio Masyarakat dari Idrus, dan drama Citra
dari Usmar Ismail.
3. Pada tanggal 29 November 1946 di
Jakarta didirikan Gelanggang oleh Chairil Anwar, Asrul Sani,Baharudin, dan Henk
Ngantung. Anggaran Dasarnya berbunyi:
Generasi Gelanggang
terlahir dari pergolakan roh dan pikiran, yang sedang menciptakan manusia
Indonesia yang hidup. Generasi yang harus mempertanggungjawabkan dengan
sesungguhnya penjadian dari bangsa kita. Kita hendak melepaskan diri dari
susunan lama yang telah mengakibatkan masyarakat lapuk dan kita berani
menantang pandangan, sifat, dan anasir lama untuk menyalakan bara kekuatan
baru.
Orientasi Pujangga
Angkatan ’45 masih ke Barat, namun dalam penyerapan kebudayaan Baratnya ini
mengalami pemasakan dalam jiwa, sehingga lahir bentuk baru. Karena itu, plagiat
Chairil Anwar atas karya Archibald Mac Leish yang berjudul The Young Dead
Soldiers tidak kelihatan, yang menjelma menjadi sajak Krawang—Bekasi. Namun
pula di samping itu Chairil Anwar juga banyak berjasa dalam memodernisasi
kesusastraan Indonesia, dalam penjiwaannya yang menjulang tajam.
Setelah Chairil Anwar
meninggal (Jakarta, 28 April 1949, dikuburkan di Karet), Surat Kepercayaan
Gelanggang baru diumumkan dalam warta sepekan SIASAT tanggal 23 Oktober 1950.
dokumen inilah yang dijadikan tempat berpaling untuk dasar segala konsepsi
nilai hidup dan seni dari Angkatan ’45.
Hal yang dihasilkan oleh manusia dikenal sebagai karya.
Dalam konteks lain, mungkin manusia dapat menghasilkan produk intelektual
(seperti sebuah lagu atau puisi) atau objek material (rumah atau kerajinan).
Sastra
adalah sesuatu yang mengacu pada milik atau berkaitan dengan sastra (himpunan
pengetahuan dengan menulis dan membaca dengan baik, atau seni puisi, retorika
dan tata bahasa).
Sebuah karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan
komunikatif tentang maksud penulis untuk tujuan esterika. Karya-karya ini
sering menceritakan sebuah kisah, baik dalam atau ketiga orang pertama, dengan
plot dan melalui penggunaan berbagai perangkat sastra yang terkait dengan waktu
mereka.
Menurut bentuk atau subjek, karya sastra mungkin memiliki
jenis yang berbeda seperti narasi (sebuah karya prosa, seperti novel, atau
cerita pendek), puisi (komposisi dalam ayat yang mengekspresikan perasaan
penulis), drama, epic (ayat-ayat yang menceritakan perbuatan pahlawan atau
dewa-dewa) atau mengajar (yang berusaha untuk mengarahkan pembaca atau
pendengar).
Karya sastra juga dapat berupa tulisan (buku atau media
cetak lain bermain cerita tanpa perubahan) atau lisan (diwariskan dari generasi
ke generasi dan sering berubahdari waktu ke waktu, seperti legenda atau cerita
rakyat). Karya-karya juga dapat taktil, ketika disesuaikan dengan kebutuhan
orang-orang melalui Braille.
Muncul angkatan ’45 ini diawali adanya sikap dan
cita-cita para pengarang yang akan diperjuangkan, yaitu ingin membentuk
kebudayaan yang universal. Selain itu para pengarang pada saat itui adalah
pengarang yang revolusioner dalam kesusastraan. Penamaan angkatan ’45 membuat
pengarang adu pendapat sehingga terdapat pro dan kontra dengan penamaan
tersebut.
Pengalaman hidup dan gejolak
sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45. Karya sastra
angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang
romantik-idealistik.
Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak
bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni
yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang".
Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan
angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani.
Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave Maria ke
Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan
prosa Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang makalah maka yang
menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah
pengertian karya sastra?
2. Bagaimana
sejarah karya sastra angkatan 45?
3. Siapa
sajakah tokoh-tokoh karya sastra angkatan 45?
4. Apa
sajakah judul karya sastra bentuk prosa angkatan 45?
5. Bagaimanakah
ciri-ciri karya sastra angkatan 45?
C. Manfaat Penulisan
Dengan berdasarkan
poin-poin pertanyaan diatas, maka mempunyai tujuan dalam makalah ini adalah:
1. Mengetahui
pengertian karya sastra
2. Mengetahui
sejarah karya sastra angkatan 45
3. Mengetahui
tokoh-tokoh karya sastra angkatan 45
4. Mengetahui
judul karya sastra bentuk prosa angkatan 45
5. Mengetahui
ciri-ciri karya sastra angkatan 45
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Karya Sastra
Sastra (Sanskerta: shastra)
merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta ‘Sastra’, yang berarti
“teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata
dasar ‘Sas’ yang berarti “instruksi” atau “ajaran” dan ‘Tra’ yang berarti
“alat” atau “sarana”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan
untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki
arti atau keindahan tertentu. Yang agak
bias adalah pemakaian istilah sastra dan sastrawi. Segmentasi sastra lebih
mengacu sesuai defenisinya sebagai sekedar teks. Sedang sastrawi lebih mengarah
pada sastra yang kental nuansa puitis atau abstraknya. Istilah sastrawan adalah
salah satu contohnya, diartikan sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan
sastra.
Selain itu
dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis
atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan
dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk
mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
Sastra dibagi menjadi 2 yaitu Prosa dan Puisi, Prosa adalah karya sastra yang tidak terikat sedangkan Puisi adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu. Contoh karya Sastra Puisi yaitu Puisi, Pantun, dan Syair sedangkan contoh karya sastra Prosa yaitu Novel, Cerita/Cerpen, dan Drama.
Sastra dibagi menjadi 2 yaitu Prosa dan Puisi, Prosa adalah karya sastra yang tidak terikat sedangkan Puisi adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu. Contoh karya Sastra Puisi yaitu Puisi, Pantun, dan Syair sedangkan contoh karya sastra Prosa yaitu Novel, Cerita/Cerpen, dan Drama.
Pengertian Sastra
Menurut Para Ahli
Mursal Esten (1978 : 9)
Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif
sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai
medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
Semi (1988 : 8 )
Sastra. adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya
adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Panuti Sudjiman (1986 :
68) Sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai
ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan
ungkapanya.
Ahmad Badrun (1983 : 16)
Kesusastraan adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis
simbol-simbol lain sebagai alai, dan bersifat imajinatif.
Eagleton (1988 : 4)
Sastra adalah karya tulisan yang halus (belle letters) adalah karya yang
mencatatkan bentuk bahasa. harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang
dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan dan diterbalikkan,
dijadikan ganjil.
Plato Sastra
adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya
sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model
kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia
ide.
Aristoteles
Sastra sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat.
Robert Scholes (1992: 1)
Tentu saja, sastra itu sebuah kata, bukan sebuah benda
Sapardi (1979: 1) Memaparkan
bahwa sastra itu adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium.
Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran
kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan social.
Taum (1997: 13)
Sastra adalah karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif” atau “sastra
adalah penggunaan bahasa yang indah dan berguna yang menandakan hal-hal lain”
B. Sejarah Karya Sastra Angkatan 45
Muncul
angkatan ’45 ini diawali adanya sikap dan cita-cita para pengarang yang akan
diperjuangkan, yaitu ingin membentuk kebudayaan yang universal. Selain itu para
pengarang pada saat itui adalah pengarang yang revolusioner dalam kesusastraan.
Penamaan angkatan ’45 membuat pengarang adu pendapat sehingga terdapat pro dan
kontra dengan penamaan tersebut.
Nama angkatan ’45 sebenarnya baru
terkenal mulai tahun 1949 pada saat Rosihan Anwar melansir istilah angkatan ’45
dalam suatu uraiannya dalam majalah Siasat tanggal 9 Januari 1949. Dalam
tulisannya tersebut, ia mengatakan bahwa kemerdekaan adalah syarat mutlak untuk
perkembangan-perkembangan kebudayaan yang sejati suatu bangsa. Pengenalan
angkatan ’45 itu menandai peristiwa kemerdekaan yang terjadi pada tahun
tersebut. Sebelum nama angkatan ’45 muncul, orang-orang menyebutnya dengan
sebutan:
1. angkatan
Chairil Anwar, karena pelopor angkatan ’45 adalah Chairil anwar yang
berpengaruh besar terhadap karya-karya sastrawan lainnya. Chairil Anwar dikenal
sebagai seorang pelopor berdirinya angkatan ’45. Hal ini diperkuat oleh
beberapa factor, yaitu:
a)
perubahan dalam bentuk dan isi perpuisian Indonesia
Modern
b)
bentuk puisi yang ditampilkan bebas dan takam dengan
pemikiran unik dan kemampuan memilih kata yang padu
c)
sajak-sajaknya bernafaskan pemberontakan jiwa
terhadap penindasan dan penjajahan
d)
Chairil Anwar adalah seorang penyair yang penuh
vitalitas
e)
Ia menganut
aliran ekspresionisme (letupan jiwa yang meluap-luap)
2. angkatan
perang, karena pada saat itu tokoh masyarakat berperang dalam memperebutkan
kemerdekaan
3. angkatan
sesudah perang, karena pada tanggal 17 agustus 1945 merupakan hari proklamasi
kemerdekaan
4. angkatan
sesudah Pujangga Baru, karena angkatan ’45 ada setelah angkatan Pujangga Baru
yang lahir tahun 1930-an
5. Genaerasi
Gelanggang, karena sastrawan bebas mengapresiasikan persamaannya (Rosidi, 1986:
62)
Pada alinea 1 telah dikatakan
adanya pro dan kontra para sastrawan dengan penamaan angkatan ’45. Para
sastrawan yang tergolong pro dengan penamaan tersebut, antara lain: Mochtar
Lubis, Pramoedya Ananta Toer, dan Sitor Situmorang. Sedangkan yang kontra
adalah Asrul Sani, Idrus, dan beberapa pengarang lainnya. Beberapa alas an yang
dikemukakan oleh para sastrawan yang kontra atau tidak setuju, antara lain.
Tahun 1945, yaitu tahun Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, tidak sepenuhnya berhubungan dengan hal-hal yang mulia
dan baik karena juga terjadi pembunuhan dan penculikan pada kedua pihak yang
bertempur. Dengan demikian, penamaan angkatan ’45 dapat mengingatkan kita
terhadap hal-hal yang keji dan kotor.
Para sastrwan diragukan sahamnya bagi perjuangan merebut dan mempertahankan
kemerdekaan sehingga timbul kesangsian apakah mereka berhak menggunakan nama
keramat angkatan ’45. Keraguan itu didasarkan atas adanya beberapa karangan
Chairil Anwar yang terlalu bersifat individualistic.
Tahun 1945
adalah suatu kesatuan waktu yang sangat singkat dan relative terlalu fana
sehingga penamaan angkatan ’45 akan dengan cepat menimbulkan sifat kekolotan
pada beberapa tahun sesudah itu.
Sedangkan mereka yang setuju atau
pro dengan penamaan angkatan ’45 membantah alasan-alasan tersebut di atas.
Beberapa tanggapan mereka adalah sebagai berikut.
1.
Dalam menilai suatu peristiwa, kitab harus dapat
membedakan yang pokok dengan yang tidak. Pembunuhan dan penculikan adalah soal
kecil jika dibandingkan dengan masalah perjuangan merebut dan memperetahankan
kemerdekaan. Kemerdekaan adalah syarat mutlak untuk perkembangan-perkembangan
kebudayaan suatu bangsa, termasuk perkembangan sastra itu sendiri. Dengan
demikian, pennamaan angkatan dengan nama tahun ’45 tetao memiliki nilai yang
luhur, tidak perlu harus dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang rendah.
2.
Walaupun memang ada puisi-puisi ciptaan penyair
bangsa kita yang pada saat itu yang memiliki interpretasi negative, akan tetapi
apabila kita teliti benar-benar dan kita resapkan sungguh-sungguh banyak puisi
ciptaan Chairil Anwar dan beberapa penyair lain yang mengandung pikiran-pikiran
yang mempunyai banyak peranan bagi perjuangan kemerdekaan. Kita ingat saja
puisi karawang-Bekasi karya Chairil Anwar. Di samping itu, harus diingat bahwa
perjuangan kemerdekaan tidak harus selalu dalam hubungan dengan dengan
perjuangan fisik atau senjata, melainkan memiliki pengertian yang luas.
3.
Tidak hanya penamaan yang menggunakan angka tahun
yang mudah menimbulkan sifat kekolotan, akan tetapi setiap penamaan akan
menjadi bersifat kolot apabila sudah timbul angkatan atau generasi baru.
Berdasarkan pendapat tersebut di
atas, maka mereka berpendapat bahwa tahun ’45 adalah tahun yang mulia bagi
sejarah perjuangan bangsa, yaitu tahun berhasilnya bangsa Indonesia memperoleh
kemerdekaan. Oleh karena itu, kemerdekaan adalah syarat mutlak untuk
perkembangan kebudayaan suatu bangsa, maka tepat dikatakan bahwa angkatan
sastra di Indonesia sesudah Perang Dunia II mempergunakan nama angkatan ’45.
Pada hakekatnya, setiap manusia
itu sama, yaitu setriap manusia pasti memiliki sikap rasional, etis, dan
estetis. Manusia adalah makhluk berpikir yang berkeadaan dan memiliki rasa
keindahan. Setiap manusia mendambakan nilai-nilai yang luhur dalam keadilan,
kemerdekaan, kejujuran, kebebasan, persamaanderajat, dan kedudukan. Berdasarkan
hal tersebut, maka angkatan ’45 menganut konsep Humanisme Universal yang
berusaha memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaaan yangyang luhur yang berlaku
bagi setiap manusia dari setiap bangsa. Menurut HB. Jassin, konsepsi tersebut
mengandung pengertian bahwa angkatan ’45 tidak mengabdi kepada suatu –isme,
tetapi mengabdi kepada kemanusiaan yang mengandung segalanya, baik dari segala
–isme manapun. Akibat pembentukan kebudayaan dunia, kebudayaan yang bersifat
universal yang muncul dengan corak Indonesia. Konsepsi ini tercantum dalam
pernyataan mereka yang terdapat dalam Surat Kepercayaan Gelanggang.
Surat Kepercayaan Gelanggang
merupakan pernyataan sikap dan pendirian angkatan ’45 yang dibuat tanggal 1
Februari 1950 dan disiarkan pada tanggal 22 Oktober 1950. Pernyataan sikap ini
dikemukakan oleh perkumpulan Gelanggang Seniman Merdeka, yaitu suatu
perkumpulan yang didirikan pada tahun 1947. Perkumpulan ini didirikan sebelum
Chairil Anwar meninggal, namun saat dibuat Surat Kepercayaan Gelanggang, beliau
sudah meninggal (28 April 1949). Surat Kepercayaan Gelanggan dipandang sebagai
pernyataan sikap dan perwujudan konsepsi angkatan ’45. Isi lengkap Surat
Kepercayaan Gelanggang adalah sebagai berikut.
Kami adalah ahli waris yang sah
dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami
sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami
adalah kumpulan campur baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.
Ke-Indonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam, atau tulang pelipis kami menjorok ke depan, tapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati dan pikiran kami. Kalau kami bicara tentang kebudyaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melap-lap hasil kebudayaan lama sampai mengilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudyaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkann oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yang disebabkan oleh suara-suara yang dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha-usaha yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.
Ke-Indonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam, atau tulang pelipis kami menjorok ke depan, tapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati dan pikiran kami. Kalau kami bicara tentang kebudyaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melap-lap hasil kebudayaan lama sampai mengilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudyaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkann oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yang disebabkan oleh suara-suara yang dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha-usaha yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.
Revolusi bagi kami ialah
penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai asing yang harus dihancurkan.
Demikianlah kami berpendapat, bahwa revolusi di tanah air kami sendiri belum
selesai.
Dalam penemuan kami, kami mungkin
tidak selalu asli, yang pokok ditemui itu ialah manusia. Dalam mencari, membahas,
dan menelaahlah kami membawa sifat sendiri. Penghargaan kami terhadap keadaan
keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya
saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.
Jakarta, 18 Februari 1950
Setelah masuknya kekuasaan Asia, Jepang segera menghapus
bahasa Belanda sebagai bahasa resmi, dan melarang penggunaannya dikalangan
masyarakat umum. Tidak ada bahasa lain melainkan bahasa Indonesia yang dapat
mengambil tempat bahasa Belanda. Karena itu pada tahun 1942 atau awal tahun
1943 ini mendapatkan perubahan yang sebenarnya, suatu revolusi yang lebih besar
daripada proklamasi bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan yang resmi dalam
undang-undang dasar sementara RI tahun 1945. Jepang mendirikan pusat
kebudayaan, Keimin Bunka Syidosyo, yang digunakan untuk
mengorganisasikan seniman Indonesia.
Suatu ciri khusus tentang kesan itu ialah berhentinya
penerbitan majalah Pujangga Baru dan Pujangga Baru itu sendiri sebagai suatu
angkatan. Seperti Armijn Pane dan para penulis penting lainnya karana peralihan
bahasa tersebut.
Suatu ciri menyolok ialah bahwa beberapa penulis angkatan
sesudah perang menerbitkan buku-buku yang mengadung kumpulan karya dari zaman
yang bermula dengan tahun 1942 atau 1943 dan berakhir beberapa tahun setelah proklamasi
kemerdekaan: Amal Hamzah, Idrus, Umar Ismail. Zaman ini merupakan kesatuan dari
segi semangat, walaupun dari segi gaya karangan karya mereka memperlihatkan
semacam perkembangan. Idrus yang dianggap sebagai penganjur besar pada prosa
zaman revolusi, pada zaman Jepang, menulis dua drama. Chairil Anwar sendiri
yang merupakan pelopor utama angkatan 45, yaitu generasi tahun kemerdekaaan,
mengubah lebih dari sepuluh sajak-sajak asliya sebelum 17 agustus 1945. Jassin
dengan antologinya yaitu Gema Tanah Air (1948) yang menentukan suatu
jangka masa mengumpulkan prosa dan puisi dari zaman antara tahun 1942-48. Pada
keseluruhan, tiada diragukan lagi bahwa revolusi jiwa di Indonesia juga gerakan
kesusastraan baru yang berhubungan rapat dengan itu bermula pada tahun 1942.
Istilah angkatan 45 itu pertama kali digunakan oleh Rosihan
Anwar dalam majalah Siasat yang bertanggal 9 Januari 1949.
dibicarakan melalui organisasi yang
agak resmi sifatnya republik dan mengadakan kongres-kongres. Pertama
diantaranya ialah Kongres Kebudayaan di Magelang diadakan pada tahun 1948 oleh
pihak yang berkuasa di Republik.
.Landasan yang digunakan adalah humanisme universal yang
dirumuskan HB Jassin dalam Suat kepercayaan Gelanggang. Jadi angkatan 45
merupakan gerakan pembaharuan dalam bidang sastra Indonesia, dengan
meninggalkan cara-cara lama dan menggantikannya dengan yang lebih bebas, lebih
lugas tanpa meninggalkan nilai-nilai sastra yang telah menjadi kaidah dalam
penciptaan sastra.
Diantara mereka yang lazim digolongkan sebagai pelopornya
adalah Chairil Anwar, Asrul Sani, Rivai Apin, Idrus, Pramudya, Usmar Ismail
dsb. Nmaun sesungguhnya, tidak hanya itu saja saja alasan untuk memasukkan
mereka kedalam angkatan yang lebih baru dari Pujanga Baru. Jelasnya, terlihat
sekali pada karya-karya Chairil dimana ia telah membebaskan diri dari
kaidah-kaidah tradisional kita dalam bersajak.
C.
Tokoh-Tokoh
Karya Sastra Angkatan 45
a. Idrus
b. Paramudya Ananta Tur
Pramoedya
Ananta Toer lahir pada 06 Februari 1925 di Kampung Jetis, Blora, Jawa Tengah,
sebagai anak pertama. Ibunya selalu memberikan semangat hidup kepada Pram.
Salah satu pesan dari ibunya kepada Pram adalah mendorongnya agar menjadi orang
yang mandiri dan kuat.
c. Sitor Situmorang
Sitor
Situmorang (lahir di Harian Boho, Toba Samosir, Sumatera Utara, 2 Oktober 1923;
umur 87 tahun), dengan nama Raja Usu, adalah wartawan, sastrawan, dan penyair
Indonesia. Ayahnya adalah Ompu Babiat Situmorang yang pernah berjuang melawan
tentara kolonial Belanda bersama Sisingamangaraja XII.
d. Utuy Tatang Sontani
Utuy Tatang
Sontani (Cianjur, 1 Mei 1920 - Moskwa, 17 September 1979) adalah seorang sastrawan Angkatan 45 terkemuka.
e. Mochtar Lubis
Nama:MochtarLubis
Tempat/Tgl.Lahir:Padang,7Maret1922 Agama : Islam
f. Achdiat K. Mihardja A
Nama Lengkap : Achdiat Karta Mihardja Agama : Islam Tempat Lahir : Garut,
Jawa Barat Tanggal Lahir : Senin,
6 Maret 1911 Zodiac : Pisces
Warga Negara : Indonesia.
g. Asrul Sani
Lahir di Sumatra Barat, 10 Juni 1926, dan
meninggal di Jakarta, 11 Januari 2004. Kiprahnya sangat besar pada dunia film
Indonesia. Banyak menerjemahkan karya sastrawan dunia seperti: Vercors, Antoine
de St-Exupery, Ricard Boleslavsky, Yasunari Kawabata, Willem Elschot, Maria
Dermount, Jean Paul Sartre, William Shakespeare, Rabindranath Tagore, dan Nico
h. Rivai Apin
Lahir di Padang Panjang pada 30 Agustus 1927,
dan wafat di Jakarta, April 1995. Pernah menjadi redaktur Gema Suasana, Siasat,
Zenith, dan Zaman Baru. Keterlibatannya dalam Lekra menyebabkan dia ditahan dan
baru dibebaskan tahun 1979.
i.
Trisno Sumardjo
Dia
memerankan peranan yang kecil pada tahun-tahun awal sesudah perang, meskipun
namanya muncul sebagai anggota redaksi beberapa majalah sastra. Selain menjadi
seniman yang kereatif dia juga giat sebagai penerjemah tidak kurang dari tujuh
buah drama Shakespeare yang diterjemahkan.
Hasil
tulisanya ditemukan dalam kumpulan kata hati dan perbuatan yang memuat dari
tahun 1946-1950: lima buah cerita pendek, dua buah drama pendek dan beberapa
sajak. Karyanya tidak matang dan tidak menarik bila dibandingkan dengan karya
pengarang yang sezamannya seperti Idrus.
D.
Judul
Karya Sastra Bentuk Prosa Angkatan 45
1. Karya Idrus
Novel
- Aki
- Corat-Coret di Bawah Tanah
- Dengan Mata Terbuka
- Hati Nurani Manusia
- Hikayat Petualang Lima
- Hikayat Putri Penelope
- Perempuan dan Kebangsaan
- Surabaya
Cerita pendek
- Anak Buta
- Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma
Drama
- Dokter Bisma
- Jibaku Aceh
- Kejahatan Membalas Dendam
- Keluarga Surono
Karya terjemahan
- Acoka
- Cerita Wanita Termulia
- Dari Penciptaan Kedua
- Dua Episode Masa Kecil
- Ibu yang Kukenang
- Keju
- Kereta Api Baja
- Perkenalan dengan Anton Chekov
- Perkenalan dengan Guy de Maupassant
- Perkenalan dengan Jaroslov Hask
- Perkenalan dengan Luigi Pirandello
- Roti Kita Sehari-hari
2. Karya Paramudya Anata tur
Kecuali judul pertama, semua judul sudah
disesuaikan ke dalam Ejaan
Yang Disempurnakan.
- Sepoeloeh Kepala Nica (1946), hilang di tangan penerbit Balingka, Pasar Baru, Jakarta, 1947
- Kranji–Bekasi Jatuh (1947), fragmen dari Di Tepi Kali Bekasi
- Perburuan (1950), pemenang sayembara Balai Pustaka, Jakarta, 1949 (dicekal oleh pemerintah karena muatan komunisme)
- Keluarga Gerilya (1950)
- Subuh (1951), kumpulan 3 cerpen
- Percikan Revolusi (1951), kumpulan cerpen
- Mereka yang Dilumpuhkan (I & II) (1951)
- Bukan Pasar Malam (1951)
- Di Tepi Kali Bekasi (1951), dari sisa naskah yang dirampas Marinir Belanda pada 22 Juli 1947
- Dia yang Menyerah (1951), kemudian dicetak ulang dalam kumpulan cerpen
- Cerita dari Blora (1952), pemenang karya sastra terbaik dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional, Jakarta, 1953
- Gulat di Jakarta (1953)
- Midah Si Manis Bergigi Emas (1954)
- Korupsi (1954)
- Mari Mengarang (1954), tak jelas nasibnya di tangan penerbit
- Cerita Dari Jakarta (1957)
- Cerita Calon Arang (1957)
- Sekali Peristiwa di Banten Selatan (1958)
- Panggil Aku Kartini Saja (I & II, 1963; bagian III dan IV dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
- Kumpulan Karya Kartini, yang pernah diumumkan di berbagai media; dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
- Wanita Sebelum Kartini; dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
- Gadis Pantai (1962-65) dalam bentuk cerita bersambung, bagian pertama triologi tentang keluarga Pramoedya; terbit sebagai buku, 1987; dilarang Jaksa Agung; jilid kedua dan ketiga dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
- Sejarah Bahasa Indonesia. Satu Percobaan (1964); dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
- Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia (1963)
- Lentera (1965), tak jelas nasibnya di tangan penerbit
- Bumi Manusia (1980); dilarang Jaksa Agung, 1981
- Anak Semua Bangsa (1981); dilarang Jaksa Agung, 1981
- Sikap dan Peran Intelektual di Dunia Ketiga (1981)
- Tempo Doeloe (1982), antologi sastra pra-Indonesia
- Jejak Langkah (1985); dilarang Jaksa Agung, 1985
- Sang Pemula (1985); dilarang Jaksa Agung, 1985
- Hikayat Siti Mariah, (ed.) Hadji Moekti, (1987); dilarang Jaksa Agung, 1987
- Rumah Kaca (1988); dilarang Jaksa Agung, 1988
- Memoar Oei Tjoe Tat, (ed.) Oei Tjoe Tat, (1995); dilarang Jaksa Agung, 1995
- Nyanyi Sunyi Seorang Bisu I (1995); dilarang Jaksa Agung, 1995
- Arus Balik (1995)
- Nyanyi Sunyi Seorang Bisu II (1997)
- Arok Dedes (1999)
- Mangir (2000)
- Larasati (2000)
- Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (2005)
3. Karya Sitor Situmorang
Kumpulan cerpennya Pertempuran
dan Salju di Paris (1956) mendapat Hadiah Sastra Nasional (1955) dan
kumpulan sajak Peta Perjalanan
memperoleh Hadiah Puisi Dewan Kesenian Jakarta 1976.
Karya-karyanya yang lain:
- Surat Kertas Hijau, kumpulan puisi (1954)
- Jalan Mutiara, drama (1954)
- Dalam Sajak, kumpulan puisi (1955)
- Wajah Tak Bernama, kumpulan puisi (1956)
- Rapar Anak Jalang (1955)
- Zaman Baru, kumpulan puisi (1962)
- Pangeran, kumpulan cerpen (1963)
- Sastra Revolusioner, kumpulan esai (1965)
- Dinding Waktu, kumpulan puisi (1976)
- Sitor Situmorang Sastrawan 45, Penyair Danau Toba, otobiografi (1981)
- Danau Toba, kumpulan cerpen (1981)
- Angin Danau, kumpulan puisi (1982)
- Bunga di Atas Batu, kumpulan puisi (1989)
- Toba na Sae (1993) dan Guru Somalaing dan Modigliani Utusan Raja Rom, sejarah lokal (1993).
- Rindu Kelana, kumpulan puisi (1994)
Sitor juga menerjemahkan karya asing ke dalam
bahasa Indonesia, yakni: Sel,
terjemahan drama karya William Saroyan (1954) dan Hikayat Lebak karya Rob
Nieuwenhuys (1977).
4. Karya Utuy Tatang Santoni
Drama:
- Suling (1948)
- Bunga Rumah Makan: pertundjukan watak dalam satu babak (1948)
- Awal dan Mira: drama satu babak (1952)
- Sajang Ada Orang Lain (1954)
- Di Langit Ada Bintang (1955)
- Sang Kuriang: opera dua babak (1955)
- Si Kabajan: komedi dua babak (1959)
- Tak Pernah Mendjadi Tua (1963)
- Manusia Kota: empat buah drama (1961)
5. Karya Mochtar Lubis
- Tidak Ada Esok (novel, 1951)
- Si Jamal dan Cerita-Cerita Lain (kumpulan cerpen, 1950)
- Teknik Mengarang (1951)
- Teknik Menulis Skenario Film (1952)
- Harta Karun (cerita anak, 1964)
- Tanah Gersang (novel, 1966)
- Senja di Jakarta (novel, 1970; diinggriskan Claire Holt dengan judul Twilight in Jakarta, 1963)
- Judar Bersaudara (cerita anak, 1971)
- Penyamun dalam Rimba (cerita anak, 1972)
- Harimau! Harimau! (novel, 1975)
- Manusia Indonesia (1977)
- Berkelana dalam Rimba (cerita anak, 1980)
- Kuli Kontrak (kumpulan cerpen, 1982)
- Bromocorah (kumpulan cerpen, 1983)
Karya jurnalistiknya:
- Perlawatan ke Amerika Serikat (1951)
- Perkenalan di Asia Tenggara (1951)
- Catatan Korea (1951)
- Indonesia di Mata Dunia (1955)
Mochtar Lubis juga menjadi editor:
- Pelangi: 70 Tahun Sutan Takdir Alisyahbana (1979)
- Bunga Rampai Korupsi (bersama James C. Scott, 1984)
- Hati Nurani Melawan Kezaliman: Surat-Surat Bung Hatta kepada Presiden Soekarno (1986)
Terjemahannya:
- Tiga Cerita dari Negeri Dollar (kumpulan cerpen, John Steinbeck, Upton Sinclair, dan John Russel, 1950)
- Orang Kaya (novel F. Scott Fitgerald, 1950)
- Yakin (karya Irwin Shaw, 1950)
- Kisah-kisah dari Eropa (kumpulan cerpen, 1952)
- Cerita dari Tiongkok (terjemahan bersama Beb Vuyk dan S. Mundingsari, 1953)
6. Karya Achadiat Kamiradja A.
- Polemik Kebudayaan (editor, 1948)
- Atheis (novel, 1949) - diangkat ke film layar lebar dengan judul yang sama tahun 1974
- Bentrokan Dalam Asrama (drama, 1952)
- Keretakan dan Ketegangan (kumpulan cerpen, 1956)
- Kesan dan Kenangan (1960)
- Debu Cinta Berterbangan (novel, Singapura, 1973)
- Belitan Nasib (kumpulan cerpen, 1975)
- Pembunuhan dan Anjing Hitam (kumpulan cerpen, 1975)
- Pak Dullah in Extrimis (drama, 1977)
- Si Kabayan, Manusia Lucu (1997).
- Si Kabayan Nongol di Zaman Jepang
- Manifesto Khalifatullah (novel, 2006).
7.
Karya Asrul Sani
Sastra
- Tiga Menguak Takdir (kumpulan sajak bersama Chairil Anwar dan Rivai Avin, 1950)
- Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat (kumpulan cerpen, 1972)
- Mantera (kumpulan sajak, 1975)
- Mahkamah (drama, 1988)
- Jenderal Nagabonar (skenario film, 1988)
- Surat-Surat Kepercayaan (kumpulan esai, 1997)
8. Karya Rivai Apin
Gema
Tanah Air (1948) Tiga Menguak Takdir (1950) Dari Dua Dunia yang Belum Sudah
(1972).
9. Karyo Trisno Amardjo
Cerpen
- Katahati dan Perbuatan, kumpulan cerpen, drama, dan sajak, Balai Pustaka, 1952.
- Rumah Raja (kumpulan). Jakarta: Pembangunan, 1957.
- Daun Kering. Jakarta: Balai Pustaka, 1962.
- Penghuni Pohon. Jakarta: Balai Pustaka 1963.
- Keranda Ibu. Jakarta: Balai Pustaka, 1963.
- Wajah-wajah yang Berubah. Jakarta: Balai Pustaka, 1968.
- Pak Iman Intelek Istmewa.
Drama
- Tjita Teruna. Jakarta: Balai Pustaka, 1953
E.
Ciri-Ciri Karya Sastra Angkatan 45
Yang
menjadi Ciri Karya Sastra Angkatan 45 adalah
• terbuka,
• pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya,
• bercorak isi realis dan naturalis, meninggalkan corak romantis,
• sastrawan periode ini terlihat menonjol individualismenya,
• dinamis dan kritis, berani menabrak pakem sastra yang mapan sebelumnya,
• penghematan kata dalam karya,
• lebih ekspresif dan spontan,
• terlihat sinisme dan sarkasme,
didominasi puisi, sedangkan bentuk prosa tampak berkurang.
• terbuka,
• pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya,
• bercorak isi realis dan naturalis, meninggalkan corak romantis,
• sastrawan periode ini terlihat menonjol individualismenya,
• dinamis dan kritis, berani menabrak pakem sastra yang mapan sebelumnya,
• penghematan kata dalam karya,
• lebih ekspresif dan spontan,
• terlihat sinisme dan sarkasme,
didominasi puisi, sedangkan bentuk prosa tampak berkurang.
Ciri-ciri
struktur estetik
Prosa:
ü Bayak alur sorot balik, meski ada
juga alur lurus
ü Digresi dihindari, alurnya padat
ü Perwatakan atau pernokohan; analisis
fisik tidak dipentingkan, yang ditonjolkan analisis kejiwaan, tetapi tidak
dengan analisis langsung, melainkan dengan cara dramatic: dengan arus kesadaran
dan cakapan antar tokoh.
ü Gaya ironi dan sinisme makin banyak
digunakan, dan
ü Gaya realism dan naturalism,
menggambarkan kehidupan yang sewajarnya secara memetik.
Ciri-ciri ekstra estetik
Prosaprosa:
ü Mengemukakan masalah kemasyarakatan,
diantaranya kesengsaraan kehidupan, kemiskinan, kepincangan-kepincangan dalam
masyarakat, perbedaan kaya dan miskin, eksploitasi manusia oleh manusia (eksplotation
delhomme parl’homme).
ü Mengemukakan masalah kemasyarakatan yang universal: kekesengsaraan
karena perang, tak adanya
perikemanusiaan dalam perang, pelanggaran hak asasi manusia,
ketakutan-ketakutan manusia, impian perdamaian dan ketentraman hidup;sengsaraan
karenaperang, tak
adanya perikemanusiaan dalam perang,
pelanggaran hak asasi manusia,
ketakutan-ketakutan manusia, impian perdamaian dan ketentraman hidup;
ü Mengemukakan
pandangan hidup dan pikiran-pikiran pribadi untuk memecahkan sesuatu masalah;
dan
ü Latar
cerita pada umumnya latar peperangan, terutama perang kemerdekaan melawan
Belanda, meskipun ada juga latar perang menentang Jepang. Di samping itu, juga
ada latar kehidupan masyarakat sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Muncul angkatan ’45 ini diawali adanya sikap dan cita-cita para pengarang yang akan diperjuangkan, yaitu ingin membentuk kebudayaan yang universal. Selain itu para pengarang pada saat itui adalah pengarang yang revolusioner dalam kesusastraan. Penamaan angkatan ’45 membuat pengarang adu pendapat sehingga terdapat pro dan kontra dengan penamaan tersebut.
Muncul angkatan ’45 ini diawali adanya sikap dan cita-cita para pengarang yang akan diperjuangkan, yaitu ingin membentuk kebudayaan yang universal. Selain itu para pengarang pada saat itui adalah pengarang yang revolusioner dalam kesusastraan. Penamaan angkatan ’45 membuat pengarang adu pendapat sehingga terdapat pro dan kontra dengan penamaan tersebut.
Ciri-Ciri Karya Sastra Angkatan 45
Yang menjadi Ciri Karya Sastra Angkatan 45 adalah
·
Terbuka
·
pengaruh unsur sastra asing lebih luas
dibandingkan angkatan sebelumnya,
·
bercorak isi realis dan naturalis, meninggalkan
corak romantis,
·
sastrawan periode ini terlihat menonjol
individualismenya,
·
dinamis dan kritis, berani menabrak
pakem sastra yang mapan sebelumnya,
·
penghematan kata dalam karya,
·
lebih ekspresif dan spontan,
·
terlihat sinisme dan sarkasme, didominasi puisi, sedangkan bentuk prosa
tampak berkurang.
B.
Saran
Semoga pembaca dapat memahami isi makalah dengan baik dan berguna bagi pembaca sekalian, serta mampu membedakan karya sastra bentuk prosa dari setiap angkatan yang telah dijelaskan di dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Badrun, Ahmad. 1983. Pengantar
ilmu sastra : (Teori sastra) untuk Sekolah Menengah Tingkat Atas.
Surabaya : Usaha Nasional
Damono, Sapardi Djoko. 1979. Novel
Sastra Indonesia Sebelum Perang. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa.
dan Pengembangan Bahasa.
Eagleton, Terry dan Muhammad HJ.
Salleh. 1988. Teori Kesusastraan : Satu Pengenalan.
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Esten, Mursal. 1978. Kesusasteraan
: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung : Angkasa
Semi, M. Atar. 1988. Anatomi
Sastra. Padang: Angkasa Raya
Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus
Istilah Sastra. Jakarta : Gramedia
Bezemer 1921
T. J. Bezemer, Beknopte
Encyclopædie van Nederlands-Indië, Leiden/'s-Gravenhage/Batavia: Brill/Martinus
Nijhoff/Kolff. (In Dutch; "A Concise Encyclopaedia of the Netherlands East
Indies".)
o Bezemer
1943
T. J. Bezemer, Vier eeuwen
Maleische literatuur in vogelvlucht, Deventer: W. van Hoeve. (In Dutch;
"Four Centuries of Malay Literature: A Bird's Eye View".)
Rahman, Elmustian dan Jalil, Abdul. 2003. Bahan Ajar Sejarah Sastra.Pekanbaru:
Unri Press
muntijo.wordpress.com/2011/07/29/ciri-ciri-estetik-intrinsik-dan-ekstra-estetik-ekstrinsik-dalam-periode-periode-sastra-indonesia/
Komentar
Posting Komentar